Kemampuan Belajar Baca Tulis Siswa Disleksia

Abstract
The purposes of this research are (1) comprehending the reading and writing ability of child of dyslexia, (2) Reading and writing resistant factor, and (3). Study model for child of dyslexia. The result of the research shows; (1). Reading ability and writes ability of dyslexia are low, (2). The factor influencing the reading disability are (a). disfunction nerve system, (b). Slow development and lacking of nutrition, (c). Slow short term memory, (d). Lack of family support and supporting facilities for study, (e). less mature of physical, emotional and social. (3). Learning model. In general, Learning process for child of dyslexia in class is equal to other children, but there is special treatment for dyslexia that is they have special requirement, such as special teacher, method and private space and time especially. The treatment was specially given for the improvement of reading and writing ability of child of dyslexia.
Keywords
Reading Ability, Writing Ability, Learning Models, Dyslexia
Pendahuluan
Problem kesulitan belajar membaca paling banyak ditemui dengan suatu proporsi yang besar, di mana anak-anak lebih dari 50% beresiko kesulitan belajar membaca, bahkan di estimasikan siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca paling banyak frekuensinya mengalami problem akademik sebesar 90 % (Bender, 2004). Siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca menduduki peringkat tinggi di antara kesulitan belajar yang lain, prosentasenya gangguan membaca meliputi 80% dari jumlah anak yang berkesulitan belajar (Pierson, 2002), bahkan ada yang berpendapat hampir 90% anak yang berkesulitan belajar mengalami kesulitan membaca (Lyon, 1995),
Kejadian disleksia di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia. 5-10 % anak-anak dan orang dewasa terkena disleksia (Wolfensberger & Ruijssnaars, 1997).
Di antara negara-negara yang mengalami problem kesulitan belajar membaca, Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki problem kesulitan belajar membaca. Secara nasional berdasarkan data Dinas Pendidikan kemampuan membaca siswa SD di Indonesia masih rendah, indeksnya masih 3,5 jauh berada di bawah indeks Singapua 7,8 (Kompas, 2008).
Sampel studi PISA (2001) di Indonesia meliputi 7.355 siswa usia 15 tahun dari 290 sekolah menengah, menunjukkan sekitar 75.6% siswa Indonesia usia 15 tahun memiliki kemampuan membaca yang termasuk tingkat terendah secara internasional. Menurut data Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), negara dengan kemampuan membaca tertinggi, saat diukur pada 2006-2007, adalah Finlandia. Sedangkan negara yang mendapat skor terendah adalah Tunisia dengan 374,62, kemudian disusul Indonesia (381,59), Meksiko (399,72), Brazil (402,80), Serbia (411,74). Berdasarkan studi Progress In International Reading Literacy Study (PIRLS) Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang berkantor di Amsterdam, Belanda di ikuti 40 negara pada tahun 2007, Indonesia dengan sampel penelitian 4.950 siswa dari 170 SD/MI swasta dan negeri Indonesia termasuk memiliki tingkat kemampuan membaca rendah.
Fenomena tersebut lebih ironis lagi bila dialami anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan belajar, seperti anak dengan gangguan disleksia, di mana menurut Gillis (Beacham, 2006) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa 50-100% orang disleksia bukan hanya sulit membaca akan tetapi juga mempunyai kesulitan matematis.
Berbagai studi menunjukkan bahwa kebanyakan anak yang mengalami disleksia mengalami kelemahan pada ketrampilan fonologi (Marshall, 2001) kelemahan menamai dengan cepat/speed naming (Wolf, 2000 dan Snowling, 2004) memiliki ingatan yang pendek yang sangat kurang sekali sehingga menyebabkan sulit mengingat apa yang diucapkan (Wadlington, 2000), padahal kesadaran fonologi merupakan prediktor terhadap kemampuan baca anak (Studi metaanalisis terhadap 1.180 subjek yang dilakukan Bus, 999). Penelitian Sofie (2002) menunjukkan bahwa ketrampilan fonologi memiliki hubungan dengan kesulitan membaca. Begitu pula bagi anak yang mengalami kemampuan menulis yang rendah akan menghambat proses belajar anak di sekolah. Kemampuan menulis merupakan salah satu ketrampilan berbahasa yang sangat dibutuhkan manusia dan karenanya harus dikuasai anak. Tidak sedikit anak usia sekolah dasar yang mengalami kesulitan membaca terutama dari anak yang berkebutuhan khusus, padahal kesulitan menulis akan menghambat prestasi akademik karena akan mengalami kesulitan dalam menuangkan ide secara tertulis..
Penguasaan berbahasa bagi anak disleksia perlu dikembangkan dan ini merupakan salah satu hal yang terpenting dalam pengembangan bahasa anak disleksia. Untuk itu diperlukan latihan dan bimbingan yang lebih intensif bagi siswa yang berkesulitan membaca-menulis
Penanganan kesulitan membaca dan menulis sangat diharapkan, karena aktivitas belajar pada anak di mulai dari bagaimana individu membaca, dan proses membaca buku akan sangat di pentingkan bagi anak untuk kehidupan mendatang. Bagi anak yang tidak mampu membaca akan ketinggalan banyak informasi. Kemampuan membaca merupakan kemampuan dasar pada jenjang pendidikan dasar dan SD merupakan satuan pendidikan yang memberikan kemampuan dasar tersebut sebagaimana yang dinyatakan dalam Bab II pasal 3 PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar. Selain itu sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan formal perlu mengembangkan berbagai model pembelajaran untuk meningkatkan ketrampilan berbahasa termasuk kemampuan baca-tulis.
Riset tentang teknik-teknik treatmen khusus untuk disleksia masih kurang dan belum ada satu metode yang cocok untuk semua anak disleksia (Carl & Uhry, 1995; Putnam, 1996: Spafford & Grosser, 1996, dalam Wadlington, 2000). Bagi Indonesia membaca dianggap sebagai aktivitas individual, atau dengan kata lain, membaca dikategorikan sebagai aktivitas yang “antisosial” (Pudyarjo, 1997). Karena itu langkah awal adalah dengan memahami siapa sebenarnya anak di disleksia, serta ketrampilan berbahasa yang dimiliki anak disleksia dengan berbagai pendekatan. Termasuk bagaimana menerapkan pembelajaran sejak awal dan intervensi bagi anak yang mengalami disleksia sangat penting. Misalnya anak disleksia bisa dibantu dengan cara penambahan jam pelajaran pra sekolah (Hindson, 2000).
Menyadari betapa pentingnya kemampuan bahasa yang dimiliki anak termasuk penderita disleksia maka penting sekali untuk melakukan penelitian kemampuan membaca-menulis bagi penderita disleksia pada usia sekolah dasar.
Bertitik tolak permasalahan fenomena disleksia maka penelitian ini bertujuan; pertama, melakukan identifikasi kemampuan membaca dan menulis penderita disleksia pada usia sekolah dasar; kedua, menemukan faktor penghambat kemampuan membaca anak disleksia; ketiga, mendapatkan informasi model pembelajaran berbahasa bagi anak berkesulitan membaca di sekolah dasar.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisa data secara kualitatif. Penelitian ini berbasis paradigma post positivisme phenomenologic-interpretatif dengan memakai pendekatan teori mendasar/grounded theory (Faisal, 1990). Penjelasan ini lebih menekankan pada penjelasan interpretatif dan pemaknaan terhadap gejala yang relevan, tidak sekedar melakukan kategori benar-salah (truth or false), tetapi lebih luas dari itu juga mencakup aspek norma dan moral yang selalu melekat dari hubungan antara peneliti dengan yang diteliti. Penelitian ini memfokuskan pada kemampuan membaca siswa sekolah dasar yang memiliki kecenderungan menderita disleksia.
Subyek Penelitian
Subjek adalah orang yang terlibat dalam bahasan penelitian terutama dalam identifikasi disleksia, yang terdiri atas: siswa sekolah dasar yang cenderung mengalami disleksia dan guru bahasa Indonesia atau guru kelas atau orangtua yang memahami kemampuan membaca siswa yang cenderung mengalami disleksia.
Pada awalnya peneliti melakukan observasi terhadap anak yang berkebutuhan khusus di SD. Setelah dilakukan penelitian mendalam peneliti menetapkan 5 subjek sebagai responden penelitian mengingat kelima subjek sesuai dengan kriteria penelitian yaitu: siswa berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan membaca atau berkesulitan menulis.
Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian lapangan yang digunakan adalah wawancara, observasi, tes kemampuan bahasa, laporan prestasi akademik siswa
Analisis data
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif untuk menganalisis data kualitatif. Analisis induktif digunakan sebagai landasan utama untuk mengkaji berbagai data yang telah diperoleh, tehnik analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: tahap open coding, axial coding dan selective coding.
Diskusi dan Temuan
Kemampuan baca dan tulis siswa disleksia
Dari hasil tes kemampuan bahasa terhadap 5 siswa berkebutuhan khusus diketahui bahwa kemampuan baca-tulis siswa disleksia rendah. Hasil kemampuan baca responden 1 (w).
Tabel 1: Skor kemampuan membaca responden 1
Responden
Aspek-aspek yang dinilai
Jumlah Skor
Penjelasan
Rekognisi kata
Semantik
Sintaktis
Use of conteks
W (9 than)
4
18
-
-
22
Kurang
Responden 1 (W) berusia 9 tahun mengalami kesulitan membaca terutama dalam mengekpresikan ide dalam bahasa lisan. (skor sintaktis dan use of konteks sangat rendah). Saat membaca, subjek juga mengalami mengalami banyak kelemahan dalam vocal maupun konsonan. Subjek hanya mampu menghafal 5 abjad, yaitu a-f, itupun memerlukan waktu yang lama. Subjek memiliki ingatan yang lemah dan cepat melupakan apa yang telah di baca. Saat membaca memerlukan waktu yang cukup lama, satu kalimat pendek rata-rata membutuhkan waktu 5-10 menit dengan banyak kesalahan. Prestasi akademik subjek rendah, untuk kemampuan berbahasa rata-rata persemester nilai 3-5, sehingga subjek 2 tahun duduk di kelas 1. Hasil kemampuan baca responden 2 (KK).
Tabel 2: Skor kemampuan membaca responden 2
Responden
Aspek-aspek yang dinilai
Jumlah Skor
Penjelasan
Rekognisi kata
Semantik
Sintaktis
Use of conteks
K (13 thn)
17
13
3
1
34
Kurang
Responden 2 (KK, 13 tahun). Kemampuan berbahasa subjek; membaca dan menulis rendah. Subjek termasuk anak yang mengalami kesulitan membaca dan menulis (disleksia). Kesulitan berbahasa subjek telah nampak pada saat memasuki taman kanak-kanak yang sulit berkomunikasi, membaca dan menulis. Tulisan subjek sulit terbaca orang lain. Subyek pernah tinggal kelas di SD sebanyak 2 kali pada waktu mau naik kelas III dan pada waktu naik kekelas V. Nilai bahasa rata-rata 4-6. Kesulitan lain yang dialami subjek saat menulis, tangan subjek tremor (gemetar ) sehingga membuat tulisan subjek tidak fokus.
Subyek 3 (D, 10 tahun) mengalami gangguan menulis. Tulisan subyek sulit terbaca dan tidak rapi. Pada saat menulis, subyek menulis dengan lambat dan cepat lelah, sehingga dalam menyelesaikan tugas belajar di sekolah sering lambat dan sering tidak mampu menyelesaikan semua (hasil wawancara dengan guru). Subjek mampu meniru/menjiplak tulisan akan tetapi bila didikte, subjek kesulitan. Cara subyek memegang pensil, pensil yang dipegang hampir menempel pada kertas karena cara subjek memegangnya dengan disangga oleh jari kelingking, tidak seperti biasanya. Hasil kemampuan baca responden 4 (M).
Tabel 3: Skor kemampuan membaca responden 4;
Responden
Aspek-aspek yang dinilai
Jumlah Skor
Penjelasan
Rekognisi kata
Semantik
Sintaktis
Use of conteks
M (9 th)
28
17
2
3
50
Cukup
Subjek 4 (M) 9 tahun. Hasil wawancara menunjukkan bahwa subjek mengalami kesulitan menulis dan kurang mampu membaca. Tulisan kurang bisa terbaca dan cara membaca subjek dengan mengeja. Ia memerlukan waktu cukup lama untuk menyelesaikan suatu bacaan. Kesulitan lain subjek menulis kalimat ny, ng/diftong dan penyelipan kata. Subjek juga belum bisa menulis namanya sendiri secara benar. Beban psikologis subjek menjadi tinggi manakala dari teman-temannya mengolok-ngolok dengan mengatakan, ”Eh, sudah besar kok tidak bisa dan masih mengeja”. Kemampuan berbahasa subyek, amat rendah. Itu terlihat dari nilai raport subjek, terutama kemampuan mendengar dan mengapresiasi sastra yaitu nilai 50. Dalam cacatan yang diberikan guru wali kelas memberi cataan untuk lebih giat dalam belajar membaca. Kesulitan membaca subjek pada bagian memahami sistim semantik dan kemampuan bercerita (nilai tes semantik dan use of conteks rendah).
Subjek 5 (DS) 10 tahun. Subjek pada awalnya menurut informasi guru dan orangtua termasuk anak yang sulit baca-tulis. Pada usia 10 tahun ini baru bisa baca-tulis, itupun bila subjek tidak belajar tiap hari dan mengulangnya, ia akan lupa. Saat dilakukan tes kemampuan membaca, subjek lancar membaca, hanya ada beberapa kesulitan membaca-tulis, terutama membunyikan huruf berurutan vokal konsonan masih sulit. Membaca kata ”ekspresikan”, terbaca ”epresikan”. Kata ”menyambung” terbaca ”meyabung”, ”aku” terbaca ”anaku”. Tulisan ”sosis” tertulis ”sosi”, ”rumah” tertulis ”ruma”.
Faktor-faktor kesulitan baca tulis siswa disleksia
Berdasarkan penelitan terhadap 5 sampel penelitian dapat disimpulkan faktor kesulitan membaca menulis sangat komplek, antara lain:
1. Disfungsi sistem saraf (subjek 3), Subyek memiliki kelainan pada sistem syaraf tubuh sebelah kanan setelah subyek mengalami kejang-kejang pada saat subyek berumur 3 bulan. Hal ini menyebabkan subyek mengalami gangguan pada system motoriknya terutama pada mata dan tangannya
2. Lambat perkembangan dan kekurangan gizi, kurang nutrisi (subjek 1, 2). Pada Responden T mengalami kelambatan perkembangan dalam bicara dan pada usia 3 tahun baru bisa bicara.
3. Lemahnya kemampuan mengingat, memori jangka pendek lambat (subjek 5) dan intelegensi terbatas (subjek 1, intelegensi subjek di bawah rata-rata, subjek W),
4. Pengaruh lingkungan keluarga. Keluarga tidak harmonis dan sarana pembelajaran yang kurang (subjek 1), Dukungan keluarga yang sedikit terhadap kegiatan belajar subyek terutama kegiatan untuk melatih kemampuan menulisnya.
5. Kurang matang fisik, sosial dan emosional, contoh subjek ingin menang sendiri dan mengamuk (subjek 2). Subyek terlihat sering terdiam seperti melamun disela-sela menulis soal mata pelajaran. Meskipun begitu, subyek merupakan anak yang cepat tanggap dengan perintah-perintah yang diberikan guru kepadanya. Subyek merupakan anak dengan pemahaman yang bagus dalam sebuah bacaan meskipun memiliki kesulitan menulis. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan subyek membaca dengan lancar, bersemangat dan dengan suara yang lantang. Subyek merupakan siswa yang supel dan ramah dengan orang lain meskipun itu orang asing. Pada saat melakukan aktivitas dengan teman-teman sebayanya di sekolah, subyek terlihat sering diam atau menyendiri menjauhi teman-temannya. Pada saat di dalam kelas, subyek sering menjadi bahan ejekan teman-temannya terutama pada saat subyek mendapat giliran untuk menjawab soal yang ada di papan tulis. Subyek merasa minder karena ejekan teman-teman sebayanya di sekolah
6. Kondisi ekonomi keluarga yang tidak memadai atau mendukung kegiatan belajar subyek.
Model pembelajaran siswa dialeksia
Model pembelajaran bahasa bagi anak disleksia di sekolah dasar secara umum sama dengan anak normal yang tidak mengalami disleksia. Siswa disleksia tetap diberi kesempatan untuk belajar di sekolah bersama anak-anak normal lainnya. Sekolah tersebut dikenal dengan istilah sekolah dasar inklusi dengan menerapkan pakem. Siswa disleksia mendapatkan keistimewaan pembelajaran khususnya pembelajaran bahasa yang dilakukan melalui kelompok atau secara individu di luar jam pelajaran sekolah yang reguler. Pembelajaran khusus diberikan bagi anak disleksia dengan guru khusus dan ruangan khusus yang dilakukan di sore hari atau sela-sela istirahat siswa.
Pembahasan
Bahasa bagi seseorang memiliki fungsi sangat penting, yaitu: (1) aspek ekspresi untuk menyatakan kehendak dan pengalaman jiwa, (2) aspek sosial untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain, (3) aspek internasional berfungsi untuk menunjukkan atau membanggakan sesuatu (Torgessen, 1992). Melihat betapa pentingnya bahasa bagi kehidupan manusia, maka kemampuan berbahasa harus dikembangkan termasuk kemampuan membaca, sebab membaca merupakan jendela ilmu pengetahuan, meskipun untuk anak berkebutuhan khusus, seperti siswa disleksia. Berdasarkan hasil penelitian di atas, walaupun siswa disleksia memiliki kemampuan baca tulis rendah, justru hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri dalam dunia pendidikan, psikologi dan ahli bahasa untuk terus menerus mengembangkan penelitian mengenai model pembelajaran bahasa yang tepat bagi siswa disleksia.
Anak disleksia lemah dalam ingatan jangka pendek yang mengakibatkan kesulitan mengulang kata yang diucapkan dan lemah dalam mengurutkan huruf atau angka, padahal kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam proses membaca (Marshal, 2001). Mengingat kompleknya permasalahan siswa disleksia, deteksi dini terhadap tumbuh kembang anak sangat diperlukan, terutama sebagai usaha pencegahan, seperti gangguan penglihatan, pendengaran dan motorik anak.
Usaha intervensi dan terapi bagi anak yang mengalami kesulitan membaca dapat dilakukan dengan cara bekerja sama dengan para ahli medis, seperti pediatri (ilmu kedokteran anak) optamologi (spesialis mata) dan neurologi (spesialis neurologis), otologi (spesialis pendengaran), maupun psikiatri (ahli jiwa), psikolog dan guru khusus untuk memahami sejauh mana kemampuan membaca pada disleksia dan faktor penghambat kemampuan membaca. Dengan cara kerjasama ini, maka perkiraan bantuan dan intervensi bagi disleksia akan lebih mudah terealisasi, dan pemberian bantuan yang tepat terutama model pembelajaran, akan sangat membantu anak disleksia sebab penguasaan bahasa yang baik dan benar menurut Bukhori (1996) dapat meningkatkan daya analisa yang logis, kecerdasan, percaya diri, harga diri (self esteem) serta fulfilment.
Bagi pendidik, ia harus memahami bahwa proses membaca-menulis membutuhkan pembelajaran yang lebih komplek. Pendidik dapat ikut terlibat meningkatkan kemampuan membaca pada anak yang mengalami kesulitan membaca melalui: (1) praktek dan kebijakan pendidikan di sekolah yang harus berusaha lebih keras lagi dalam menyediakan intervensi bagi anak berkesulitan membaca. (2) harus menemukan cara untuk melakukan intervensi pada anak yang memiliki gangguan membaca yang seharusnya lebih diperhatikan secara intensif. (Torgessen, 1992). Selain itu, pendidik perlu keterampilan khusus dalam pemberian instruksi kepada anak yang mengalami kesulitan membaca, yaitu: 1) memberikan kesempatan untuk mempraktekkan membaca dengan keterampilan baru, 2). pemberian instruksi yang cukup intensif, isyarat yang sistematik dengan strategi yang tepat dalam membaca kata ataupun teks (sebuah paragraf), 3). instruksi yang cukup tegas dalam strategi pengkodean fonemik (Wolfgang, 2000).
Proses membaca memerlukan pencapaian kemampuan kognitif tertentu untuk dapat mempersepsi huruf dan kata hingga me-recall-nya, karena stimulus suara lebih mudah dipersepsi anak dan akan bertahan lebih lama dalam memori jangka pendeknya. Penelitian Ransby (2003) terhadap orang dewasa disleksia menunjukkan bahwa orang disleksia memiliki skor rendah pada proses fonologi, kecepatan menamai, pengetahuan secara umum, dan kosakata. Umumnya pada usia dewasa mereka mengalami kelemahan dalam berapa hal tersebut bila dibandingkan dengan usia sebenarnya.
Intervensi bagi peningkatan kemampuan berbahasa bagi anak disleksia dapat dimulai dari lingkungan bahasa anak, termasuk metode pembelajaran, antara lain; (a) Metode multisensoris dengan menggunakan VAKT (visual, auditory, kinesthetic, and tactile). Metode ini menggunakan materi bacaan yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh anak, dan setiap kata diajarkan secara utuh. Metode ini menggunakan empat tahapan melalui visual, auditory, kinesthetic, and tactile. Metode ini cocok terutama bagi anak yang mengalami gangguan motorik. (b). Metode analisis glass, yaitu metode pengajaran dengan pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata. Melalui metode ini anak dibimbing untuk mengenal kelompok huruf sambil melihat kata secara keseluruhan. Metode ini lebih mengembangkan metode visual dan auditori yang terpusat pada kata yang sedang dipelajari. Cara penerapan di Indonesia adalah dengan berbentuk suku kata. Misalnya kata ibu terdiri atas dua kelompok huruf “i” dan “bu”. Cara mengajar melalui metode glass menurut Lerner (1988) adalah: (1) mengidentifikasikan keseluruhan kata, huruf, dan bunyi kelompok-kelompk huruf.(2). mengucapkan bunyi-bunyi kelompok huruf dan huruf (3). menyajikan kepada anak, huruf atau kelompok huruf dan meminta untuk mengucapkannya. (3). menyajikan kepada anak, huruf, atau kelompok huruf dan meminyta mengucapkannya serta (4). guru mengambil beberapa huruf pada kata dan anak diminta mengucapkan kelompok huruf yang masih tersisa.
Model pembelajaran lain bagi disleksian yaitu; pelatihan ketrampilan phonologi efektif untuk meningkatakan kemampuan membaca. Dari beberapa pelatihan fonologi untuk membantu anak disleksia yang mengalami kesulitan belajar telah dilaporkan berhasil, antara lain:
No
Peneliti
Tahun
Hasil
1
Jimenez
2000
Kesadaran fonologi efektif meningkatkan kemampuan membaca bagi anak yang mengalami kesulitan membaca
2
Ricard L Sparks
2004
Kesadaran fonologi meningkatkan kemampuan membaca bagi pemula pembelajaran bahasa Inggris
3
Sofie,.et,al
2002
Ketrampilan fonologi memiliki hubungan dengan kesulitan membaca.
4
Schneider, dkk
2000
ketrampilan fonologis yang berisi segmentasi dan analisis kata lebih tepat untuk mengatasi problem disleksia dibandingkan pelatihan pengenalan hubungan huruf dan bunyi.
6
Kleeck
1998
Penelitian dilakukan terhadap 16 anak-anak prasekolah yang mengalami kesulitan bahasa. Setelah dilakukan pelatihan kesadaran fonologi (termasuk kesadaran rhyming dan fonem) dalam waktu 9 bulan anak-anak pra sekolah mengalami perkembangan kemampuan membaca.
7
Murray
1998
Pelatihan identifikasi fonem lebih baik dalam mempengaruhi alphabetical insight anak prasekolah.
8
Wolfgang
2000
Efektifitas pelatihan ketrampilan fonologi terhadap 138 disleksia.
9
Murray
1998
Pelatihan identifikasi fonem lebih baik dalam mempengaruhi alphabetical insight anak prasekolah.
Aktifitas-aktifitas kesadaran fonologi dalam upaya meningkatkan ketrampilan fonologi salah satunya adalah untuk membantu anak-anak belajar memahami suara di awal atau akhir dari kata (Kleeck, 1998). Contoh metode belajar yang dapat digunakan melalui pengembangan ketrampilan fonologi adalah melalui pelatihan aktivitas sajak (rhyming). Motode lain yang diperlukan untuk pengembangan ketrampilan fonologi adalah: (a) Metode fonik, metode ini menekankan pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf. Bila melihat prosesnya metode ini lebih sintesis dari pada analitis.model pembelajaran yang dikembangkan adalah dengan mengenalkan bunyi huruf-huruf kemudian mensintesiskan huruf-huruf tersebut dalam suku kata, (b) Metode analisis, metode ini didasarkan pada psikologi Gestal dan lebih condong pada metode yang menekankan penguasaan kata yang perlu didahului oleh penguasan kesatuan (Smith & Johnson, 1980). Model pelatihan ketrampilan fonologi dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi anak disleksia.
Pembelajaran bahasa bagi anak berkesulitan membaca dapat dilakukan dengan melakukan kombinasi antara ketrampilan fonologi dan model membaca cepat. Dalam penelitian neuro science, ada bukti yang kuat bahwa banyak pembaca yang lemah dalam kecepatan menamai, yaitu kelemahan dalam proses yang mendasari kecepatan mengenali stimuli bahasa yang ditampilkan secara visual (Ackerman & Dykman, 1993 et al. dalam Wing, 2005). Walhasil dengan pengetahuan yang terbaik dan model pembelajaran yang tepat diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan membaca dan menulis bagi siswa disleksia yang membutuhkan.
Penutup
Perhatian khusus bagi anak disleksia terutama unsur psikologi sangat diperlukan. Pengembangan model pembelajaran kombinansi seperti pakem, kombinasi fonologi akan efektif dilakukan di Indonesia, melalui pendidikan inklusi yang ditawarkan pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, sesuai amanat UUSPN No. 2/1989 agar setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Karena itulah pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak berkesulitan belajar secara terencana dan terprogram sebaik mungkin akan dapat membantu meningkatkan kualitas kemampuan membaca anak. Selain itu perlu pula dikembangkan metode belajar yang menyenangkan dan kesempatan belajar bagi anak disleksia seluas-luasnya dan disesuaikan dengan kondisi anak disleksia, seperti pelatihan metode fonologi yang dikombinasikan dengan pelatihan multisensoris misalnya melalui VAKT (visual, auditory, kinesthetic, and tactile), maupun metode analisis glass. Penerapan model pembelajaran di sekolah, diperlukan pula bimbingan orangtua misalkan melalui bimbingan untuk fasih berbahasa dengan cara mengulang kata atau membaca secara lesan, dan dapat dilakukan dengan alat bantu, seperti papan, laptop, musik atau komputer (Vance, 2004).
Pelaksananan pembelajaran model kombinasi penemaan secara cepat dan ketrampilan fonologi harus pula disesuaikan dengan kondisi anak dengan dan guru yang ahli dengan pemberian pelayanan yang terbaik. Yang terpenting bagi anak berkebutuhan khusus pembelajaran inklusi sebaiknya dibarengi dengan pemotivasian siswa yang berkebutuhan khusus dan pemahaman pada siswa lain yang normal secara lebih baik. Sehingga anak yang berkeutuhan khusus tidak menjadi rendah diri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Bender, W. N., Rosenkrans, C. B., & Crane,M. K. 1999. Stress, depression, and sui-cide among students with learning disabili-ties:Assessing the risk. Learning Disability Quarterly, 22, 143–156
Beacham, Nigel A. & James L. Alty 2006. An investigation into the effects that digital media can have on the learning outcomes of individuals who have dyslexia. Computers & Education 47 74–93
Byrne Brian; Cara Delaland; Ruth Fielding-Barnsley; Peter Quain; et al. 2002. Longitudinal twin study of early reading development in three countries: Preliminary result. Annals of Dyslexia; 52, ProQuest Medical Library. pg. 49
Colledge, Essi, et.al. 2002. The structure of language ability at 4 years: A Twin Studi. Development psychology. Vol 38.no.5, 749-757.

Carrol. M, Julia. 2003. The development of phonological awareness in pre school children. Developmental psychology. Vol 39.no 5. 913-923

Cossu, Giuseppe, Maria Gugliotta and John C. Marshall. 1996. Transposition Errors In Visual Matching Of Orthographic Stimuli: A Study Of Normal Children With Aplications For Orton’s Theory Of Developmental Dyslexia. Neurolinguistics, Vol. 9, No. 4, Pp. 289-295.
Erskine, M. Jane. 2005. Proximal Analysisi of Developmenl Dyslexia in Adulthood: The Cognitif Mosaic Model. Journal of educational Psychology. Vol. 97. No.3,406-424
Fisher, Simon E. and John C.DeFries. 2002. Developmental Dyslexia: Genetic Dissection Of A Complex Cognitive Trait.. vol 3. Nature Publishing Group.767-780.
Faisal. Sanapiah. 1990. Penelitian kualitatif; Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: YA3; 19
Goswami, Usha. 2002. Annals of Dyslexia; Phonology, reading development, and dyslexia: A cross-linguistic perspective. 52, ProQuest Medical Library. pg. 141.
John W Santrock. 1995. Live-Span Development (terjemahan). Penerbit Erlangga.
Kame'enui, Edward J; Deborah C Simmons; Michael D Coyne. 2000. Schools as hosts environments: Toward a schoolwide reading improvement model. Annals of Dyslexia; 50, ProQuest Medical Library pg. 33
Kleeck, Anne van; Ronald B Gillam; Teresa U McFadden. 1998. A study of classroom-based phonological awareness training for preschoolers. American Journal of Speech - Language Pathology; 7, 3; ProQuest Medical Library. pg. 65-76
Kidd, Jaanna C. 2006. Development Of Auditory Saltation And Its Relationship To Reading And Phonological Processing. Journal Of Speech, Language, And Hearing Research; Aug 2001; 42, 2;352. Proquest Medical Library. Pg. 925
Kompas, 2008. Kemampuan baca siswa Indonesia.
Lyytinen, Paula. 2005. Language development and literacy skills in late talking toddlers with and without familial risk for dyslexia. Annals of dyslexia. Vol.55.no.2.166-192.
Lyon, G.R., Fletcher, J.M., Shaywitz, S.E., Shaywitz, B.A., Torgesen, J.K., Wood, F.B., Schulte, A., Olson, R. 2001. Rethinking Learning Disabilities. Thomas B. Fordham Foundation. (Online). Sumber: http://www.edexcellence.net/library/special_ed/special_ed_ch,12.pdf
Lyon, G,R . 1996. Learning disabilities. In E.J. Mash & RA Barkey (Eds), Child psychopathology.pp.390-35.New York; the Guilford Press.
Meyler, Ann and Zvia Breznitz. 2005. Impaired Phonological and Orthographic Word Representations Among Adult Dyslexia.. The Journal of Genetic Psychology; 166, 2; ProQuest Medical Library pg. 215
Lerner, J. 2003. Learning Disabilities: Theories, Diagnosis, and Teaching Strategies. Boston: Houghton Mifflin Company
Marshall, Catherine M; Margaret J Snowling; Peter J Bailey. 2001. Rapid auditory processing and phonological ability in normal readers and reading. Journal of Speech, Language, and Hearing Research; 44, 4; ProQuest Medical Library. pg. 925.
Ransby, Marilyn J; H Lee Swanson. 2003. Reading Comprehension Skills Of Young Adults With Childhood Diagnoses Of Dyslexia. Journal Of Learning Disabilities; Nov/Dec; 36, 6; Roquest Medical Library. Pg. 538.
Ramus, Franck. 2001. Talk of two theories. Macmillan Magazines Ltd. Nature.|Vol 412 | 26 July 2001.
Sanapiah Faisal. (1990) Penelitian kualitatif; Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang :YA3; 19
Singer, Elly. 2005. The Strategies Adopted by Dutch Children with Dyslexia to Maintain Their Self . Journal of Learning Disabilities; Sep/Oct 38, 5; ProQuest Medical Library pg. 411
Senechal, MoniQue, and Jo-Anne LeFevre. 2002. Parental involvement in tehe development of childre’s reading skiill: A five-Year longitudinal Study. Child Development; volume 73. No.2.Pages 445-460.
Samuelsson, Stefen. 2003. The Impact of environmental factors on components of reading and dyslexia. Annals of dyslexia. 53. 201-217
Marshall , Catherine, Margaret, snowling, and Pater, Bailey. 2004. Rapid auditory processing and phonological ability in normal readers and readers with dyslexia. Journal of Speech, Language, and Hearing Research; Dec 2004; 47, 6; ProQuest Medical Library. pg. 1301.
Miller-Shaul, Shelley,; Zvia Breznitz. 2004. Electrocortical Measures During a Lexical Decision Task: A Comparison Between The Journal of Genetic Psychology; Dec; 165, 4; ProQuest Medical Library. pg. 399
Schneider, Wolfgang. 2000. Traning phonological skills. Dyslexia in Chinese: Clues from Cognitive Neuropsychology. Vol.92.no2.284-295.
Sofie Cecilia A; Cynthia A Riccio. 2002. A comparison of multiple methods for the identification of children with reading. Journal of Learning Disabilities; 35, 3; ProQuest Medical Library.pg. 234
Smith, Allan B.Jenny Robert, Susan Lambrecht Smith. 2006. Reduced speaking rate as an early predictor of reading disability. Journal of Speech, Language, and Hearing Research;15:3.; ProQuest Medical Library. pg. 289.
Serniclaes Willy; Liliane Sprenger-Charolles; Rene Carre; Jean-Francois Demonet. 2001.Perceptual discrimination of speech sounds in developmental dyslexia. Journal of Speech, Language, and Hearing Research; Apr; 44, 2; ProQuest Medical Library/ pg. 384
Torgessen, JK. Morgan, ST, Davis, C. 1992. Effect of Two Types of Phonological Awareness Training on Word Learning in Kindergarten Children. Journal of Educational Psychology. 84 . 364-370.
Vance, Kate O'Brien. 2004. Adapting Music Instruction for Students with Dyslexia. Music Educators Journal; May; 90, 5; Academic Research Library. pg. 27
Wadlington, Elizabeth. 2000. Effective language arts instruction for students with dyslexia. Preventing School Failure; 44, 2; Academic Research Library. pg. 61.
Wolfgang Schneider. 2000. Traning phonological skills. Dyslexia in Chinese: Clues from Cognitive Neuropsychology. Vol.92.no2.284-295.
Wing, Bonnie. 2005. Phonological processing skills and early reading abilities in Hongkong Chinese kindergarteners learning to read English as a.second language. Journal of educational Psychology. Vol. 97. No.1,81-87.
Widyastono. 1998. Siswa SD yang berkesulitan Belajar Umum dan Penanganan Kesulitan Belajar Membaca. Kajian Dikbud no. 013 tahun IV Juni 1998., hal 20-27.
Widyana, R. 1999. Efektivitas Pelatihan Kesadaran Fonemik dalam Meningkatkan Kemampuan Pra-Membaca Anak-anak Prasekolah. Tesis. Yogyakarta. Program Pascasarjana UGM.
Weggelaar, Cornelis. 2006. Kinesthetic Feedback And Dyslexic Students Learning To Read And Write. Et Cetera;; 63, 2; Academic Research Library. Pg. 144
Wolf, Maryanne. 1999. The Doble Hipotesis For Develompmental Dyslexia. Journal of educational Psychology. Vol.91.No 3.415-438.
 

Penulis : Bocah Ndeso ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Kemampuan Belajar Baca Tulis Siswa Disleksia ini dipublish oleh Bocah Ndeso pada hari Jumat, 11 Mei 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Kemampuan Belajar Baca Tulis Siswa Disleksia
 

0 komentar:

Posting Komentar