Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar
Abstrak. Prosentase sumber daya manusia terbesar di Indonesia adalah generasi muda, dan sebagian besar masih berstatus pelajar, baik pada pendidikan formal maupun pada pendidikan informal. Karena itu pembinaan kemampuan sumber daya manusia perlu difokuskan pada kelompok ini. Tulisan ini bertujuan menguraikan bagaimana mengenali dan mengembangkan kreativitas pada peserta didik. Pengembangan kreativitas khususnya pada peserta didik merupakan suatu keharusan jika ingin menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas, yang tidak saja cerdas tapi juga kreatif.
Kata kunci : kreativitas, peserta didik.
Pendahuluan
Pembangunan yang dilakukan di Indonesia saat ini sangat memerlukan orang-orang yang mempunyai kemampuan dalam ilmu dan teknologi. Untuk mencapai kemampuan yang tinggi dalam bidang tersebut salah satu syarat yang harus dimiliki seseorang ialah kecerdasan dan kreativitas yang tinggi. Kreativitas sangat membantu usaha pembangunan menjadi lebih progresif. Gagasan inovatif yang muncul dari kreativitas diharapkan dapat membantu memecahkan persoalan-persoalan dalam berbagai bidang pembangunan. Kiranya tidak terlalu berlebihan kalau dikatakan bahwa kemajuan sesuatu bangsa dan negara amat tergantung pada produk-produk kreatif warga negaranya. Tanpa kreativitas suatu bangsa akan selalu tertinggal, oleh karenanya kreativitas harus menjadi gerakan nasional. Kemampuan sumber daya manusia khususnya dalam hal kreativitas dituntut terus menerus dan perlu ditingkatkan sesuai dengan tantangan pembangunan.
Namun demikian, di lain pihak tampak adanya sikap mental dan budaya masyarakat yang dapat digolongkan menghambat perkembangan kreativitas (Hasan, 1989; Kuntowijoyo dkk., 1998; Ancok, 2000; Rendra, 1990). Demikian pula pengembangan kreativitas di sekolah-sekolahnya masih memprihatinkan (Semiawan, 1992, Munandar, 1995). Tampak di sini adanya kesenjangan antara tuntutan pengembangan kreativitas dengan kenyataan yang ada di masyarakat.
Di Indonesia prosentase sumber daya manusia terbesar adalah para generasi muda, dan sebagian besar masih berstatus pelajar. Karena itu pembinaan kemampuan sumber daya manusia perlu difokuskan pada kelompok ini (Munandar, 1994). Kreativitas disamping sangat diperlukan dalam pembangunan juga dapat dipergunakan untuk memprediksi keberhasilan belajar (Dewing, 1970; Butcher, 1973; Munandar, 1977, Harrington dkk., 1983). Dewing (1970) lebih jauh menemukan bahwa kreativitas memiliki daya prediksi yang lebih baik daripada intelegensi di dalam memprediksi hasil belajar pada beberapa mata pelajaran tertentu.
Kreativitas siswa masih merupakan potensi yang masih harus dikembangkan baik melalui pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal (Munandar, 1995). Menurut ahli tersebut, di Indonesia sudah tampak adanya perhatian terhadap masalah itu, tetapi tampaknya belum cukup memadai. Demikian pula pelaksanaannya di sekolah-sekolah masih sangat memprihatinkan. Selama ini masih cukup banyak ditemui hambatan dan kelemahan yang membatasi pertumbuhan dan perkembangan kreativitas para siswa, misal: kurangnya pengetahuan dan latihan para guru tentang kreativitas, sistem evaluasi yang terlalu menekankan pada jawaban benar dan tidak benar tanpa memperhatikan prosesnya. Selain itu ada beberapa mata pelajaran yang dianaktirikan, yang sebenarnya justru merupakan mata pelajaran yang penting untuk pengembangan kreativitas. Siswa-siswa sangat jarang mendapatkan kesempatan untuk berlatih membuat soal-soal atau permasalahan. Selain guru kurang memberikan dorongan kepada siswa untuk mencoba sesuatu yang lain, tanpa ada rasa takut untuk berbuat kesalahan. Sesuatu hal yang perlu diperhatikan adalah agar guru jangan terlalu menekankan pada keberhasilan siswa dalam mencoba sesuatu yang baru. Tujuan yang lebih penting ialah pembentukan sifat kreatifnya. Dalam hal ini para siswa perlu dirangsang dan dipupuk minat dan sikapnya untuk mau melibatkan diri dalam proses kreatif (Torronce, 1972; Semiawan, 1994).
Pengembangan kreativitas seperti halnya dalam pengembangan aspek intelegensi yang lain, ternyata sangat sukar apabila dilakukan hanya dengan latihan-latihan berpikir (Butcher, 1973; Guilford, 1965; Dewing, 1979). Hal yang banyak menentukan perkembangan kreativitas adalah latihan-latihan pengembangan non kognitif seperti sikap berani mencoba sesuatu yang baru, penambahan motivasi untuk berkreasi, dan sifat berani menanggung resiko serta pengembangan kepercayaan diri dan harga diri (Davis, dan Bull, 1978; Lott, 1978; Sobel, 1980; Munandar, 1995).
Apa sih kreativitas itu ?
Kreativitas sering diberi arti bermacam-macam oleh para ahli seperti misalnya berpikir divergen (Guilford, 1975), serendipity (Connon, 1976; Hayes, 1978); berpikir produktif (Wertheimer, 1945), daya cipta (Purwadarminta, 1985), berpikir heuristic (Amabile, 1983), Oktorivitas (Mansfield dan Busse, 1981), dan berpikir lateral (de Bono, 1990).
Kreativitas menurut Wanei (dalam Etty, 2003) merupakan kemampuan mental untuk membentuk gagasan atau ide baru. Hal senada juga dikemukakan oleh Fuad Nashori (2002) kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru. Kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, sehingga menghasilkan hal yang baru, lebih berarti, dan lebih bermanfaat. Sementara itu, Bobbi DePorter & Mike Hernacki mengartikan kreativitas sebagai “…….. melihat hal yang dilihat orang lain, tetapi memikirkan hal yang tidak dipikirkan orang lain”.
Kemampuan berpikir yang luas, luwes, elaboratif dan asli merupakan ciri-ciri berpikir kreatif. Kemampuan tersebut apabila disertai dengan sifat-sifat kepribadian tertentu akan memungkinkan seseorang dapat menghasilkan suatu produk yang bernilai kreatif. Produk inilah yang pada umumnya dijadikan ukuran empirik bagi kemampuan kreativitas (Hogarth, 1980).
Orang yang kreatif memiliki kebebasan berpikir dan bertindak. Kebebasan tersebut berasal dari diri sendiri, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengendalikan diri dalam mencari alternatif yang memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimilikinya.
Kreativitas dan Intelegensi
Masalah kreativitas sebagai bagian dari kecerdasan manusia banyak dibicarakan dalam hubungannya dengan intelegensi. Tentang hubungan antara kreativitas dan intelegensi ada berbagai pendapat dan penelitian dengan hasil yang berbeda-berbeda. Ada yang menemukan keduanya berkorelasi dan sebaliknya ada yang tidak berkorelasi.
Menurut penelitian Kuwato (1996) intelegensi ternyata tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kreativitas. Penelitian ini sesuai dengan pendapat Munandar (1995) yang menyatakan tidak sepenuhnya benar anggapan bahwa intelegensi mencerminkan kreativitas. Sementara pendapat dan hasil penelitian lain menunjukkan adanya korelasi intelegensi dan kreativitas, walaupun korelasi tersebut tidak begitu kuat. Misal Getzels & Jackson sebagaimana dikutip Wallach & Kogan (2002) menemukan bahwa rata-rata korelasi antara kreativitas dan intelegensi adalah sebesar 0,26. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Vernon ((1964, 1975) bahwa kreativitas hanya merupakan bagian kecil dari intelegensi sehingga intelegensi yang tinggi tidak selalu menunjukkan kreativitas yang tinggi pula. Penelitian lain menunjukkan bahwa korelasi atau hubungan intelegensi dan kreativitas hanya ditemukan pada kelompok intelegensi rendah (Amabile, dalam Kuwato, 1996), sedangkan pada kelompok yang lebih tinggi korelasi itu tidak begitu kuat. Dari sini didapatkan satu temuan bahwa untuk kelompok intelegensi sedang dan tinggi tidak ada korelasi antara intelegensi dan kreativitas.
Dalam hal produk, terdapat perbedaan antara intelegensi dan kreativitas. Intelegensi memberikan produk yang bersifat logis (konvergen) sedangkan kreativitas memberikan produk yang memiliki sifat original (divergen). Proses berpikir didalam intelegensi menekankan pada sifat logis, sedangkan proses berpikir didalam kreativitas lebih bersifat heuristic (Entwistle, 1981)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas seseorang, menurut Munandar terdiri dari aspek kognitif dan aspek kepribadian (yang saling berinteraksi). Aspek kognitif terutama kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (intelegensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan keterampilan. Faktor kepribadian yang mempengaruhi kreativitas antara lain meliputi dorongan ingin tahu, harga diri dan kepercayaan diri, sifat mandiri, sifat asertif, dan keberanian mengambil resiko.
Perlu dicatat bahwa latihan-latihan terhadap kreativitas khususnya dan kemampuan intelektual pada umumnya, tidak banyak mengalami perubahan lewat latihan-latihan yang bersifat kognitif (terutama latihan berpikir), tetapi justru hal yang banyak menentukan perkembangan kreativitas adalah melalui latihan-latihan pengembangan non kognitif seperti sikap berani mencoba sesuatu yang baru, penambahan motivasi untuk berkreasi, dan sifat berani menanggung resiko serta pengembangan kepercayaan diri dan harga diri (Davis, dan Bull, 1978; Lott, 1978; Sobel, 1980; Munandar, 1995).
Disamping aspek kognitif dan kepribadian yang mempengaruhi kreativitas, faktor yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kreativitas adalah lingkungan (lingkungan sekolah, rumah tangga, maupun dalam masyarakat). Faktor lingkungan yang terpenting adalah lingkungan yang memberi rasa aman dan dukungan atas kebebasan individu (Semiawan, 1994). Perasaan aman tersebut memberikan kebebasan dan dorongan untuk melakukan kreativitas. Jadi esensi suasana lingkungan yang membantu kreativitas ialah suasana yang tidak mengikat atau membatasi kebebasan (otokratis). Tentu kebebasan yang tepat adalah kebebasan yang oleh Amabile (1983) disebut sebagai non-konformitas yang terbatas (a limited non-conformist), yaitu kebebasan yang tetap mengacu pada norma yang berlaku, tetapi tersedia kesempatan dan hak mandiri dan independent, dan tetap saling menghargai sehinggga memungkinkan rasa aman yang dinamis yang akan memberikan rangsangan dan kesempatan kreativitas (Munandar, 1981).
Variabel sosial ekonomi yang cukup misalnya belum tentu dapat memberikan fasilitas untuk kreativitas kalau sekiranya tidak dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu yang lebih penting ialah bagaimana persepsi individu terhadap lingkungan itu sendiri, apakah membentuk atau menimbulkan perasaan aman, bebas demokratis atau terikat otokratis. Suasana otokratis membatasi kebebasan termasuk kebebasan mengekspresikan pikiran, perasaan, tindakan serta mengurangi penghargaan dan apresiasi terhadap kreativitas itu sendiri. Pada dasarnya suasana otokratis bersifat menghambat daripada mendorong kreativitas (Amabile, 1994).
Mengenali dan mengembangkan Ciri-ciri pribadi kreatif
Pada hakekatnya anak memiliki potensi kreatif, namun tumbuh kembangnya potensi kreatif pada setiap anak tidaklah sama. Setiap anak memiliki masa pekanya sendiri dengan tempo dan irama perkembangan masing-masing yang menentukan (Wenei dalam Etty, 2003). Untuk membentuk pribadi yang kreatif memang berawal sejak masih anak-anak. Semakin dini usia anak, semakin baik untuk mengembangkan kreativitasnya. Ketika anak berusia 3- 7 tahun, peluang pertumbuhan potensi kreatif alamiah sangatlah penting. Apabila anak tidak punya peluang untuk menyalurkan kreativitasnya dengan berbagai larangan atau pembatasan, menurut Etty (2003) ia akan mengalami creativity drop, akibatnya anak cepat putus asa, takut, ragu-ragu, cemas dan kurang percaya diri.
Seseorang yang memiliki kreativitas yang tinggi menunjukkan beberapa ciri, diantaranya yakni (a) selalu ingin tahu atau memiliki dorongan ingin tahu yang kuat (Munandar, 1985, 1995). Dorongan ingin tahu mencakup bentuk kegiatan psikis yang luas, seperti keinginan mendapatkan pengalaman baru, keinginan bertanya dan mencoba, tertarik pada sesuatu yang belum jelas (misteri), avonturisme, sifat penuh semangat, optimisme, ambisius, minat yang luas, toleransi terhadap kemajemukan serta setuju dalam perbedaan, tekun dan pantang menyerah (energik dan aktif), kritis, dan berani berpendapat (Kuwato, 1996). (b) Memiliki harga diri dan percaya diri yang tinggi (Butcher, 1973; David & Bull, 1978; Munandar, 1995). Tingginya harga diri dan kepercayaan diri akan menyebabkan individu lebih mantap dalam melakukan pemerkayaan informasi dan lebih berani berinovasi. Harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi juga berarti dapat menghargai dan memanfaatkan kesempatan. (c) Memiliki sifat mandiri atau independen (Kuwato, 1996). Beberapa ahli berpendapat bahwa sifat mandiri merupakan salah satu sifat individu yang dibutuhkan dalam kreativitas. Sifat ini tumbuh dan berkembang antara lain karena telah dicapainya kuantitas dan kualitas bahan pikir yang memadai. Bahan yang memadai akan menambah harga diri dan kepercayaan diri dan pada gilirannya akan memungkinkan tumbuh dan berkembang pribadi yang otonom, perasaan mampu mengurusi diri sendiri, tidak banyak tergantung pada orang lain (Butcher, 1973, Harrington & Anderson, 1981). Sifat mandiri berkaitan dengan keberanian mengambil resiko atau berani mencoba, namun salah satu sifat orang kreatif adalah kurang suka pada konformitas (Butcher, 1973). (d) memiliki sifat asertif (berani berpendapat), sifat ini merupakan sifat penting dalam kegiatan kreativitas (Butcher, 1973, Davis & Bull, 1978). Sikap asertif dapat dilihat dari sikap (cara kerja) individu melakukan aktivitas yang cenderung lebih berpegang pada tugas dan permasalahannya (task oriented) dan tidak banyak berorientasi pada person (self oriented). Dalam penampakannya sifat asertif sering berupa berani berpendapat, kedisiplinan dan ketegasan.(e). Keberanian mengambil resiko atau berani mencoba (Kuwato, 1996). Bentuk perwujudan sifat berani mengambil resiko, di antaranya suka berinisiatif, berani mempertahankan pendapat dan berani mengakui kesalahan, tidak terlalu takut, ragu atau malu dikritik, bahkan tidak terlalu takut berbuat salah.
Media kreatif
Sebenarnya ada banyak aktivitas pengembangan potensi kreatif alamiah pada anak-anak peserta didik yang bisa dipupuk melalui berbagai kegiatan, yaitu melalui sosio-drama dimana anak-peserta didik bisa memainkan peran-peran tertentu. Juga melalui games, dongeng, musik dan menyanyi. Selain itu bisa melalui permainan manipulatif (permainan membentuk), permainan reseptif dengan TV, VCD, computer, dan juga dengan permainan ilusi (dengan berfantasi atau berkhayal). Stimulasi mental sangat dibutuhkan untuk pengembangan imajinasi dan pemupukan bakat kreatif anak sejak dini, dan stimulasi mental dapat diberikan dengan menyediakan beberapa media kreatif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyediakan media kreatif adalah, pertama, tidak perlu rumit dan mahal, sebab semakin rumit suatu media, semakin kurang kelenturan pengembangan imajinasi kreatif anak. Kedua, diupayakan dari material yang tahan lama dan tidak mengganggu kesehatan anak. Ketiga, disesuaikan dengan tingkat usia anak dan diberi rangsangan agar anak dapat bekerjasama. Keempat, berikan dukungan untuk memperkokoh stimulasi mental yang sehat.
0 komentar:
Posting Komentar